Sirah Nabawiyah


Buletin Islam AL ILMU Edisi: 19/V/VIII/1431

Sejarah kejayaan Islam tak lepas dari amalan jihad yang diperani oleh para pendahulu umat ini. Jihad memiliki kedudukan mulia di dalam Islam. Tentunya, diatas ketentuan yang telah digariskan Allah dan Rasul-Nya . Bukan aksi teror yang muncul dari semangat tanpa ilmu. Tulisan berikut ini adalah memaparkan gambaran jihad fii sabilillaah di masa Khalifah Abu Bakr Ash-Shiddiq .

Seusai memulihkan kondisi jazirah ’Arab, dengan memerangi kaum murtad dan orang-orang yang menolak membayar zakat, Abu Bakr berusaha keras memobilisasi pasukan Islam dalam upaya menaklukkan negeri Syam yang termasuk daerah teritorial kerajaan Romawi.

Keadaan Romawi sebelum Peperangan

Ketika pasukan Islam bergerak menuju Syam, tentara Romawi merasa terkejut dan sangat takut. Dengan serta-merta mereka mengirimkan surat yang memberitahukan akan hal tersebut kepada Heraklius, raja Romawi yang berada di Himsh (sekarang dikenal dengan Homs –red). Dia pun melayangkan surat balasan yang berbunyi, ”Celaka kalian! Sesungguhnya mereka adalah pemeluk agama baru. Tidak ada yang bisa mengalahkan mereka. Patuhilah aku, dan berdamailah dengan menyerahkan setengah penghasilan bumi Syam! Bukankah kalian masih memiliki pegunungan Romawi?! Jika kalian tidak mematuhi perintahku, niscaya mereka akan merampas negeri Syam dan akan memojokkan kalian hingga terjepit di pegunungan Romawi.”

Tatkala telah mendapatkan surat balasan seperti ini, mereka (tentara Romawi) tidak mau menerima saran tersebut. Akhirnya, mau tidak mau Raja Heraklius mengirim pasukan dalam jumlah yang besar. Pasukan Romawi mulai bergerak, dan berhenti di lembah Al-Waqusah, di samping sungai Yarmuk yang berdataran rendah dan memiliki banyak jurang.

Kedatangan Khalid bin Al-Walid dari ‘Iraq

Pasukan Islam yang berada di Syam segera meminta bantuan. Maka Abu Bakr Ash-Shiddiq memerintahkan Khalid bin Al-Walid agar menarik diri dari ’Iraq untuk kemudian menuju Syam bersama bala tentaranya. Dengan segera Khalid menunjuk Al-Mutsanna bin Haritsah v sebagai penggantinya di ’Iraq. Kemudian beliau bergerak cepat dengan membawa 9.500 personel pasukan menuju Syam. Mereka melalui jalan-jalan yang tidak pernah dilalui seorang pun sebelumnya, dengan menyeberangi padang pasir, mendaki gunung, serta melewati lembah-lembah yang sangat gersang. (lebih…)

Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib

Tikaman dan pengkhianatan Yahudi yang dirasakan kaum muslimin saat terkepung pasukan sekutu musyrikin, tak pelak menyulut api peperangan kembali. Untuk kesekian kalinya, kaum muslimin ‘dipaksa’ mengangkat pedang guna menumpas ‘duri dalam daging’ yang selama ini hidup damai dan tinggal dalam naungan serta lindungan Islam.

Sa’d bin Mu’adz radhiyallahu ‘anhu
Beliau salah seorang tokoh shahabat Anshar yang terkemuka dan disegani. Termasuk orang-orang yang bersegera beriman sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat hijrah ke Madinah. Beliau selalu menyertai peperangan bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan yang terakhir adalah peristiwa Khandaq dan menumpas Bani Quraizhah yang berkhianat.

Ibnu Ishaq meriwayatkan dalam Sirah-nya dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang ketika itu berada dalam benteng Bani Haritsah, salah satu benteng kota Madinah. Waktu itu, ibu Sa’d bin Mu’adz radhiyallahu ‘anhu juga berada dalam benteng tersebut. Kata beliau: “Ketika itu sebelum diwajibkan hijab, Sa’d yang mengenakan baju besi melewati kami. Tapi baju besi itu tidak menutupi seluruh lengannya. Sa’d berjalan menggenggam sebilah tombak.”

Sebagaimana diceritakan, antara kaum muslimin dan orang-orang musyrikin hanya terjadi saling lempar dengan panah dan batu. ‘Aisyah berkata kepada ibu Sa’d bin Mu’adz: “Demi Allah, saya ingin kalau bisa baju besi Sa’d lebih menutupi lagi, saya khawatir dia terkena tembakan panah.” (lebih…)

Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar

Peperangan memanglah tipu daya. Maka strategi menjadi salah satu faktor kunci untuk memenanginya. Tak terkecuali apa yang dilakukan kaum muslimin dalam perang Ahzab ini. Dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian muslihat yang jitu, mereka berhasil memorakporandakan barisan pasukan koalisi musyrikin dan Yahudi.

Muslihat Nu’aim bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu
Allah Subhanahu wa Ta’ala –segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala– berbuat apa saja yang Dia kehendaki. Dialah yang menghancurkan persekutuan musuh-musuh-Nya, menghinakan dan melemahkan kekuatan mereka.

Di antara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan sebab kehancuran mereka adalah datangnya seorang laki-laki Ghathafan bernama Nu’aim bin Mas’ud bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu. Dia datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya telah masuk Islam. Perintahkanlah saya berbuat sesuatu apa yang anda inginkan.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Engkau hanya sendirian. Lakukanlah muslihat untuk kami semampumu, karena perang itu adalah tipu daya.”

Dengan segera Nu’aim berangkat menuju perkampungan Bani Quraizhah di mana ia adalah teman mereka semasa jahiliah. Nu’aim masuk ke perkampungan mereka dalam keadaan mereka tidak mengetahui keislamannya. (lebih…)

Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar

Benteng parit yang dibuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya ternyata efektif untuk membendung serbuan kaum musyrikin. Mereka mengalami kesulitan untuk melakukan penyerangan dan hanya bisa mengitari parit. Di sisi lain, kaum musyrikin terus menggalang bantuan untuk melakukan penyerangan besar-besaran terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tanda-tanda Nubuwwah dalam Peristiwa Khandaq
Dalam peristiwa bersejarah ini, banyak terdapat kejadian luar biasa sebagai salah satu tanda kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para sejarawan menukilkan sebagiannya:

Di antaranya apa yang dikisahkan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu, dalam Shahih Al-Bukhari (Kitabul Maghazi), bahwa para sahabat mengadukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adanya tanah keras yang tidak sanggup mereka gempur. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun, dalam keadaan mereka (termasuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak merasakan makanan sejak tiga hari. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikatkan dua buah batu ke perut beliau untuk menahan lapar.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam turun ke dalam parit lalu meminta seember air, beliau berdoa dan meludahi air itu lalu menuangkannya ke bongkahan tanah keras tersebut. Kemudian beliau memukul tanah itu dengan cangkul hingga menjadi debu. (lebih…)

Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar

Untuk kesekian kalinya orang-orang Yahudi yang hidup aman di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali berbuat makar. Mereka menghasut musyrikin Quraisy dan kabilah Arab lainnya untuk menyerang Madinah. Tak hanya itu, mereka juga menikam pasukan kaum muslimin dari belakang.

Peristiwa ini terjadi pada bulan Syawal tahun kelima hijriyah, menurut pendapat yang paling tepat. Karena sebagian ulama berbeda pendapat tentang waktu terjadinya peristiwa besar ini. Ibnu Hazm berpendapat bahwa kejadian ini terjadi pada tahun keempat hijriyah. Sedangkan ulama lainnya seperti Ibnul Qayyim merajihkan bahwa peristiwa ini terjadi tahun kelima hijriyah. (Zadul Ma’ad, 3/269-270)

Di antara sebab peristiwa ini ialah seperti yang diceritakan oleh Ibnul Qayyim (Zadul Ma’ad, 3/270). Beliau mengatakan:
Ketika orang-orang Yahudi melihat kemenangan kaum musyrikin atas kaum muslimin pada perang Uhud, dan mengetahui janji Abu Sufyan untuk memerangi muslimin pada tahun depan (sejak persitiwa itu), berangkatlah sejumlah tokoh mereka seperti Sallam bin Abil Huqaiq, Sallam bin Misykam, Kinanah bin Ar-Rabi’, dan lain-lain ke Makkah menjumpai beberapa tokoh kafir Quraisy untuk menghasut mereka agar memerangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mereka menjamin akan membantu dan mendukung kaum Quraisy dalam rencana itu.

Quraisy pun menyambut hasutan itu
Setelah itu, tokoh-tokoh Yahudi tadi menuju Ghathafan dan beberapa kabilah Arab lainnya untuk menghasut mereka. Maka disambutlah hasutan itu oleh mereka yang menerimanya.

Kemudian, keluarlah Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan dengan 4.000 personil, diikuti Bani Salim, Bani Asad, Bani Fazarah, Bani Asyja’, dan Bani Murrah. Orang-orang Ghathafan juga keluar dipimpin ‘Uyainah bin Hishn. Mereka bertolak menuju Madinah dengan kekuatan 10.000 orang. (lebih…)

Penulis : Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar

Jumlah yang tidak seimbang itu ternyata tidak menyurutkan semangat para shahabat untuk terus maju menyerang musuh mereka. Akhirnya, satu demi satu tokoh-tokoh utama kaum musyrikin berjatuhan. Kekalahan mereka semakin membayang.

Bahkan Iblis yang menyertai barisan kafir Quraisy dengan menyamar sebagai Suraqah bin Malik, bangsawan Bani Kinanah, lari tunggang langgang meninggalkan medan pertempuran begitu kedua pasukan saling bertemu. Demikian diterangkan sebagian mufassir berkaitan dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla yang menceritakan hal ini:

وَإِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لاَ غَالِبَ لَكُمُ الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَكُمْ فَلَمَّا تَرَاءَتِ الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكُمْ إِنِّي أَرَى مَا لاَ تَرَوْنَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ وَاللهُ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: ‘Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadap kalian pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu.’ Maka ketika kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata: ‘Sesungguhnya saya berlepas diri dari kalian; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah.’ Dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (Al-Anfal: 48)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menceritakan, diriwayatkan bahwa setan yang menyamar sebagai Suraqah bin Malik bin Ju’syum, dari Bani Bakr bin Kinanah yang ketika itu ditakuti Quraisy kalau-kalau menyerang dari belakang. Setelah menyamar di hadapan mereka, Allah ‘Azza wa Jalla menerangkan tentang kejadian tersebut. Adh-Dhahhak berkata: “Iblis datang kepada mereka (pasukan musyrikin) pada peristiwa Badr membawa bendera dan sepasukan tentaranya. Dia memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka tidak akan kalah, karena mereka berperang demi agama nenek moyang mereka.”

Ibnul Qayyim rahimahullahu menceritakan (Az-Zad, 3/181):
“…Ketika musuh Allah itu melihat tentara Allah turun dari langit, dia melarikan diri berbalik ke belakang. Kaum musyrikin bertanya: “Hai Suraqah, mau ke mana? Bukankah kau sudah mengatakan bahwa kau pelindung kami, tidak akan meninggalkan kami?” Iblis menyahut: “Sungguh, aku melihat apa yang tidak kalian lihat, saya takut kepada Allah, dan Allah sangat keras siksa-Nya.”

Dia benar ketika mengatakan “Saya melihat apa yang tidak kalian lihat”, tapi dusta ketika mengatakan saya takut kepada Allah. Yang benar, dikatakan bahwa dia sebetulnya takut kalau binasa di tangan tentara Allah tersebut. Inilah yang jelas.1

Tewasnya Abu Jahl dan Umayyah bin Khalaf
Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: (lebih…)

Penulis : Al Ustadz Abu Muhammd Harits Abrar

Kaum muslimin akhirnya tiba di daerah Badr. Mereka mengambil tempat lebih dekat ke Madinah, sedangkan musyrikin menempati posisi lebih dekat ke Makkah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِذْ أَنْتُمْ بِالْعُدْوَةِ الدُّنْيَا وَهُمْ بِالْعُدْوَةِ الْقُصْوَى وَالرَّكْبُ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَوْ تَوَاعَدْتُمْ لاَخْتَلَفْتُمْ فِي الْمِيْعَادِ وَلَكِنْ لِيَقْضِيَ اللهُ أَمْرًا كَانَ مَفْعُولاً لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَا مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ وَإِنَّ اللهَ لَسَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

“(Yaitu di hari) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada di bawah kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata. Dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Anfal: 42)

Kedua pasukan mulai berhadapan
Setelah mendengar pendapat para shahabatnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bergembira dan menunjuk ke beberapa tempat, sambil mengatakan bahwa ini adalah tempat jatuhnya bangkai Fulan dan Fulan (beberapa tokoh Quraisy). Dan tidak ada satupun yang luput dari apa yang beliau tunjukkan. Demikian diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu.

Al-Imam Bukhari rahimahullah mengisahkan peristiwa ini dalam kitab Shahih-nya: (lebih…)

Penulis : Al Ustadz Abu Muhammd Harits Abrar

Sebab-sebab Pertempuran
Pada bulan Ramadhan tahun ke-2 hijrah, sampai berita kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa kafilah dagang orang-orang kafir Quraisy bertolak dari negeri Syam yang dipimpin oleh Abu Sufyan bersama sekitar 40 orang laki-laki. Kafilah tersebut membawa harta benda hartawan Quraisy yang cukup besar. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak kaum muslimin untuk berangkat mencegat kafilah tersebut.

Berangkatlah sekitar 300 orang lebih menyertai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pasukan ini terdiri dari dua ekor kuda milik Az-Zubair bin Al-‘Awwam dan Miqdad bin Al-Aswad Al-Kindi dan 70 ekor unta yang dikendarai oleh dua atau tiga orang secara bergantian. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mengendarai unta bersama ‘Ali dan Martsad bin Abil Martsad Al-Ghanawi.

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu meriwayatkan:
Kami pada peristiwa Badr, setiap tiga orang bergantian mengendarai seekor unta. Abu Lubabah dan ‘Ali bin Abi Thalib bergantian dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada keadaan mereka ini, keduanya berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kami berjalan kaki saja (Engkau saja yang mengendarainya).” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: (lebih…)

5. al-Qur’an

Pada rentang waktu yang amat kritis dan sulit ini, turunlah surat-surat dan ayat-ayat Allah guna memberikan hujjah dan bukti atas kebenaran risalah Islam dan prinsip-prinsipnya dimana dakwah berada pada porosnya. Al-Qur’an tampil dengan gaya bahasa yang valid dan indah, mengarahkan kaum Muslimin kepada pondasi-pondasi yang kelak atas qadar Allah terbentuk komunitas manusia yang paling agung dan mempesona di muka bumi ini, yaitu masyarakat Islam. Surat-surat dan ayat-ayat tersebut juga amat membangkitkan sensitifitas dan ego kaum Muslimin untuk bersabar dan pantang menyerah, menguraikan sikap tersebut dengan bahasa permisalan dan menjelaskan kepada mereka apa hikmah di balik itu. Allah berfirman (artinya) : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:’Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?,[2]. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. [3]. (Q,.s.al-‘Ankabût/29: 2-3).

Ayat-ayat tersebut juga mementahkan argumentasi-argumentasi kaum Kafir dan para pembangkang dengan bantahan yang membuat mereka mati kutu sehingga tidak memiliki trik lain untuk mengelak. Ayat-ayat tersebut sekali waktu juga memperingatkan mereka akan akibat yang fatal dari kengototan mereka di dalam pembangkangan dan kesesatan dengan pemaparan yang jelas dan transparan, berpedoman kepada Hari-Hari Allah dan peristiwa historis yang menunjukkan adanya sunnatullah terhadap para wali dan musuh-Nya. Sekali waktu pula, menyapa mereka secara ramah, memfungsikan gaya bahasa dengan pertanyaan, petunjuk dan pengarahan sehingga dengan itu mereka mau berpaling dari kesesatan nyata yang tengah mereka lakukan.

Al-Qur’an juga membimbing kaum Muslimin menuju alam lain, memperlihatkan mereka hal yang membuat hati mereka bergetar; pemandangan alam semesta, keindahan rububiyah, kesempurnaan uluhiyyah, jejak-jejak rahmat dan kasih sayang serta keridlaan-Nya.

Di balik lipatan ayat-ayat tersebut terdapat pesan-pesan untuk kaum Muslimin. Disana, Rabb memberitakan kabar gembira buat mereka berupa rahmat dan keridlaan-Nya serta surga yang telah disiapkan buat mereka, di dalamnya mereka mendapatkan kenikmatan abadi. Ayat-ayat tersebut juga memberikan gambaran kepada mereka tentang bagaimana musuh-musuh mereka; kaum kafir dan para Thaghut yang zhalim dihukumi dan diinterogasi lalu wajah mereka dijerembabkan ke api neraka sehingga mereka merasakan betapa pedihnya neraka Saqar.

6. Berita-Berita Gembira tentang Kemenangan

Meskipun kaum Muslimin mengetahui akan berita-berita gembira ini, namun mereka juga mengetahui sejak pertama kali mengalami perlakukan kasar dan penindasan –bahkan sebelum itu- bahwa masuk Islam bukan berarti tersingkirnya semua musibah dan kematian tersebut tetapi sejak awal lahirnya, dakwah Islamiyah bertujuan untuk mengakhiri dunia Jahiliyyah dan sistemnya yang zhalim. Mereka juga mengetahui bahwa buah dari hal itu di dunia ini adalah terbentangnya kekuasaan diatas muka bumi dan penguasaan terhadap kondisi politis di seluruh alam yang dapat menggiring umat manusia dan komunitas manusia secara keseluruhan ke dalam keridlaan Allah dan mengeluarkan mereka dari penyembahan terhadap hamba kepada penyembahan terhadap Allah semata. (lebih…)

Seorang yang berhati lembut akan berdiri tercenung dan para cendikiawan akan saling bertanya diantara mereka: “apa sebenarnya sebab-sebab dan faktor-faktor yang telah membawa kaum Muslimin mencapai puncak dan batas tak tertandingi dalam ketegarannya?”, “bagaimana mungkin mereka bisa bersabar menghadapi penindasan demi penindasan yang membuat bulu roma merinding dan hati gemetar begitu mendengarnya?”.

Melihat fenomena yang menggoncangkan jiwa ini, kami menganggap perlunya menyinggung sebagian dari faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut secara ringkas dan singkat:

1. Keimanan kepada Allah

Sebab dan faktor paling utama adalah keimanan kepada Allah Ta’ala semata dan ma’rifah kepada-Nya dengan sebenar-benar ma’rifah. Keimanan yang tegas bila telah menyelinap ke sanubari dapat menimbang gunung dan tidak akan goyang. Orang yang memiliki keimanan dan keyakinan seperti ini akan memandang kesulitan duniawi sebesar, sebanyak dan serumit apapun seperti lumut-lumut yang diapungkan oleh air bah lantas menghancurkan bendungan kuat dan benteng perkasa. Orang yang kondisinya seperti ini, tidak mempedulikan rintangan apapun lagi karena telah mengenyam manisnya iman, segarnya keta’atan serta cerianya keyakinan. Allah berfirman:

“Adapun buih itu akan hilang sebagia sesuatu yang tak ada harganya. Adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi”. (Q,.s.ar-Ra’d: 17)

Dari sebab utama ini, kemudian berkembang dan beralih kepada sebab-sebab lain yang semuanya tidak lain menguatkan ketegaran dan kesabaran tersebut seperti yang akan disebutkan selanjutnya.

2. Kepimpinan yang digandrungi oleh setiap hati

Sosok Rasulullah adalah sosok seorang pemimpin umat Islam tertinggi. Tidak saja bagi Umat Islam tetapi bagi seluruh manusia. Beliau memiliki postur badan yang ideal, jiwa yang sempurna, akhlak luhur, sifat-sifat yang terhormat dan ciri fisik yang agung. Hal ini dapat menyebabkan hati tertawan dan membuat jiwa rela berjuang untuknya sampai tetas darah terakhir. Kesempurnaan yang dianugerahkan kepadanya tersebut tidak pernah dianugerahkan kepada siapapun. Beliau menempati posisi puncak dalam derajat sosial, keluhuran budi, kebaikan dan keutamaan. Demikian pula dari sisi kesucian diri, amanah, kejujuran dan semua jalan-jalan kebaikan tidak ada yang menandinginya. Jangankan oleh para pencinta dan shahabat karib beliau, musuh-musuhnya pun tidak meragukan lagi hal itu. Ungkapan yang pernah terlontarkan dari mulut beliau pastilah membuat mereka langsung meyakini kejujurannya dan kebenarnya.

Suatu ketika, tiga orang tokoh Quraisy berkumpul. Masing-masing dari mereka ternyata telah mendengarkan al-Qur’an secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh dua temannya yang lain, namun kemudian rahasia itu tersingkap. Salah seorang dari mereka bertanya kepada Abu Jahal –yang merupakan salah seorang dari ketiga orang tersebut- : (lebih…)

Laman Berikutnya »