Allah berfirman:

“Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah aku cukupkan kepada kamu nikmat-Ku, dan Aku telah ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al Maidah: 3).

Ayat ini menunjukkan secara jelas, bahwa Allah telah menyempurnakan untuk ummat ini agama mereka dan telah mencukupkan bagi mereka nikmat-Nya. Sedang Rasulullah tidak meninggal dunia kecuali setelah menyampaikan dakwah beliau secara paripurna. Rasulullah pun menjelaskan bahwa segala ucapan maupun perbuatan (amalan) yang diada-adakan oleh orang-orang sepeninggal beliau dan mereka lakukan sebagai ajaran agama Islam, semua itu adalah bid’ah yang tertolak dan tercampakkan kembali kepada orang yang mengada-adakannya itu, meskipun tujuan orang itu baik.

Para sahabat Rasullullah dan para Ulama salaf shalih setelah mereka, menyampaikan peringatan keras terhadap bid’ah dan mengajak untuk menjauhinya. Hal itu, tiada lain karena bid’ah adalah merupakan ajaran tambahan yang dinisbahkan kepada Islam dan merupakan membuat-buat syari’at yang tidak dibenarkan dan tidak pula diizinkan oleh Allah, di samping hal itu merupakan tasyabbuh (perbuatan menyerupai) musuh-musuh Allah, yaitu Yahudi dan Nasrani, dalam tindakan mereka menambah dan mengada-adakan hal yang baru dalam agama mereka, yang tidak dibenarkan dan tidak diizinkan oleh Allah

Lebih dari itu, tindakan bid’ah, secara tidak langsung menyeret untuk mengatakan bahwa agama Islam masih kurang dan menuduhnya tidak sempurna. Jelas-jelas ini adalah kekeliruan yang fatal dan tindakan mungkar yang sangat jelek, serta bertentangan dengan firman Allah

“Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu”

disamping menyalahi hadits-hadits Rasulullah yang secara nyata mengingatkan dengan keras dari berbagai bid’ah dan mengajak menjauhinya.

Dari pengadaan acara-acara maulid atau semacamnya tersimpul bahwa Allah belum menyempurnakan agama (Islam) untuk ummat ini, dan bahwa Rasulullah belum tuntas menyampaikan apa yang senantiasa dilakukan oleh mereka, sehingga datanglah generasi belakangan (mutaakhkhirin) untuk mengadakan amalan baru dalam ayari’at Allah, yang hal itu tidak dibenarkan oleh Allah. Mereka mengira bahwa amalan-amalan baru yang mereka ada-adakan itu dapat mendekatkan mereka kepada Allah.

Tanpa diragukan dalam rekaan mereka ini terkandung bahaya besar di samping ia bermuatan penantangan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Padahal Allah telah menyempurnakan agama ini untuk para hamba-Nya dan telah mencukupkan nikmat-Nya pada mereka. Rasulullah-pun telah menyampaikan dakwah beliau sampai tuntas. Tidak ada satu jalan yang tidak beliau terangkan kepada ummat.

Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash –semoga Allah meridhai mereka- berkata: “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali Nabi itu berkewajiban menunjuki ummatnya (jalan) kebaikan yang ia ketahui untuk mereka dan menyampaikan peringatan terhadap(jalan) kejahatan yang ia ketahui berdampak buruk untuk mereka” (HR. Muslim).

Secara yakin kita tahu bahwa Nabi kita adalah Nabi yang mulia, Nabi terakhir yang paling sempurna dalam menunaikan tugas tabligh dan membina umat. Seandainya pengadaan acara maulid itu adalah termasuk ajaran Islam yang diridhai Allah untuk para hamba-Nya, tentu Rasulullah menjelaskan kepada umat, atau tentu para Sahabat beliau melakukannya. Karena hal itu tidak pernah dijelaskan Rasulullah dan tidak pernah dilakukan oleh Sahabat beliau, maka jelaslah bahwa ia di luar ajaran Islam, bahkan termasuk ajaran-ajaran baru, yang umat ini diperingatkan oleh Rasulullah agar tidak melakukannya, sebagaimana tertera dalam hadits-hadits diatas.

Secara tegas, sejumlah ulama’ mengatakan bahwa acara maulid dan semacamnya adalah amalan yang salah. Merekapun menyampaikan peringatan keras terhadap hal itu, sebagai pengamalan dan penerapan dalil-dalil yang tertera di atas dan lainnya.

Kewajiban Berpegang Teguh Kepada As Sunnah dan Waspada Terhadap Bid’ah – Syaikh Abdul ‘Aziz bin Asdullah bin Baz