Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc حفظه الله تعالى

Dunia semakin tua, semakin dekat akhir kehidupannya. Tanda-tanda kiamat terus berdatangan silih berganti, sebagaimana Rasulullah ﷺ beritakan. Dahulu, empat belas abad silam, Rasulullah ﷺ mengabarkan akan datangnya masa, di mana manusia tidak lagi peduli tentang harta yang dia peroleh, dari yang halal atau haram.

eliau ﷺ bersabda:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

”Akan datang kepada manusia zaman, dimana seorang tidak lagi peduli akan harta yang dia ambil, apakah dari yang halal atau dari yang haram.”¹

Kenyataan itu telah kita saksikan. Manusia tidak lagi menimbang harta yang di tangannya. Meskipun secara zhahir dunia dalam genggaman, akan tetapi, sungguh Allah سبحانه وتعالى hancurkan kehidupannya. Dada-dada sempit, nafas-nafas terengah, Allah سبحانه وتعالى palingkan dirinya dari akhirat, tersibukkan dengan emas dan perak.

Sebenarnya, sebagian orang menyadari akan haramnya harta yang diperoleh. Nasihat pun telah sampai kepada mereka. Namun, setan selalu membisikan kesesatan dan menyeru kepadanya.

Sebagian mereka berkata, ”Mencari harta yang haram saja susah, apalagi mencari yang halal” Sebagian lagi berkata, ”Jalan kami memang haram, tapi bagaimana lagi, kami terpaksa” Sebuah anggapan atau bahkan keyakinan pun muncul bahwa yang telah digenggam di tangan, dengan cara apa pun mendapatkannya, itulah harta yang halal.

Islam adalah agama yang mulia dan menjunjung tinggi kemuliaan. Seorang muslim diajarkan menjaga kemuliaan dengan cara tidak mengkonsumsi barang-barang yang haram. Baik haram zatnya, seperti bangkai, atau haram cara perolehannya, seperti harta yang diperoleh dengan muamalah ribawi atau muamalah yang mengandung kezaliman.

Islam juga melarang kita menengadahkan tangan, meminta-minta kepada manusia. Islam mengajarkan kita kemuliaan dengan bekerja dan berusaha, mengais rezeki yang halal.

 لَأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلَهُ فَيَأْتِيَ بِحُزْمَةِ الْحَطَبِ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَبِيعَهَا فَيَكُفَّ اللَّهُ بِهَا وَجْهَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ

”Sungguh andaikata salah seorang di antara kalian mengambil seutas talinya, lalu ia membawa seikat kayu bakar dan ia jual (untuk mendapatkan rezeki), lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada manusia, terkadang mereka memberi atau menolak permintaannya.”[H.R. AI Bukhari dari shahabat Az Zubair bin AI Awwam رضي الله عنه].

Demi Allah, kalau kita jujur, masih banyak pekerjaan yang ”halalan thayyiban.” Tidak seperti ucapan sebagian hamba dunia: Yang haram saja susah, apa lagi yang halal

Anda bisa beternak ayam, beternak kambing, jual nasi goreng, jualan nasi rames, buka jasa bengkel, tambal ban, atau reparasi barang-barang rumah tangga, dan seterusnya dari berbagai jenis usaha yang sungguh sangat banyak, dan tidak mungkin habis disebut di sini. Jalan-jalan dan pintu rezeki yang halal sangat banyak. Sungguh mendalam sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalaam dalam hadits yang telah lalu. Beliau ﷺ anjurkan kita membawa seutas tali mencari kayu bakar untuk mencari keutamaan dari Allah سبحانه وتعالى.

Yang menjadi patokan adalah halalnya apa yang kita peroleh. Bukan besarnya yang kita dapatkan. Memang, secara nominal penghasilan tukang tambal ban yang hanya lima ribu sepuluh ribu perak tidak bisa dibandingkan dengan gaji Direktur Bank(para pemakan riba). Tapi, sungguh jauh perbedaan keduanya sebagaimana perbedaan Iangit dan bumi. Tukang tambal ban telah memasukkan ke dalam mulutnya, juga mulut anak istrinya, makanan yang halal dan thayyib, barakah Allah Subhanallahu Wa Ta’alaa pun menyertai kehidupannya. Adapun Pak Direktur Bank, sungguh ia telah memasukkan dalam perutnya api neraka.نعوذ بالله.

Satu kisah nubuwwah mari kita renungkan bersama. Semoga menjadi penyemangat bagi kita untuk memperbaiki usaha yang kita tempuh dalam meraih rezeki. Sekaligus mengokohkan kita untuk berupaya meninggalkan pekerjaan-pekerjaan yang Allah سبحانه وتعالى murkai.

Kisah nubuwwah kali ini adalah kisah tentang Ielaki yang Allah سبحانه وتعالى tolak doanya. Allah سبحانه وتعالى tidak kabulkan permohonan-permohonannya, Iantaran dirinya tidak mempedulikan halal dan haramnya harta yang ia gunakan. Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ: { يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ } وَقَالَ { يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ } ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

”Sesungguhnya Allah Maha Baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman, (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rasul. Allah berfirman (yang artinya), ’Wahai para Rasul, makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih.’ [Q.S. Al Mukminun: 51]. Dan Dia berfirman (yang artinya), ”Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepada kalian.” [Q.S. Al Baqarah: 172].

Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ’Wahai Rabbku, wahai Rabbku’ Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia dipenuhi dengan yang haram. Maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.”
[H.R. Muslim].

Menyedihkan, betapa malang nasib musafir yang Rasulullah ﷺ kisahkan dalam hadits ini. Dia telah menempuh sekian sebab terkabulnya doa; dia tengadahkan kedua tangannya, dia panggil Rabbnya, dan dia ulang-ulang permohonannya. Akan tetapi, Allah سبحانه وتعالى tidak mengabulkan doa lelaki itu, karena satu sebab: Makanan yang ia makan haram, minuman yang ia minum haram, pakaian yang ia kenakan haram, dan dia tumbuh dengan perkara yang haram

Jika doa sudah tidak terkabul, kepada siapa lagi kita meminta Jika doa tertolak, kepada siapa lagi kita berharap

FAEDAH HADITS :

1. Allah سبحانه وتعالى disifati dengan thayyib (baik). Artinya Allah Maha baik Dzat-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya.

2. Allah سبحانه وتعالى disucikan dari semua cacat dan cela.

3. Di antara amalan ada yang Allah سبحانه وتعالى terima, ada pula yang Allah سبحانه وتعالى tolak.

4. Allah سبحانه وتعالى memerintahkan para nabi dan kaum mukminin untuk makan dari yang halal dan thayyib.

5. Wajibnya bersyukur kepada Allah سبحانه وتعالى.

6. Dari dua ayat yang Rasulullah ﷺ baca dalam hadits di atas memberikan faedah bahwa syukur adalah amalan shalih. Syukur bukan sekedar seorang mengucapkan Alhamdulillah, namun syukur maknanya adalah beramal shalih.

7. Di antara syarat-syarat dikabulkannya doa adalah menjauhkan diri dari makanan yang haram.

8. Dalam hadits ini disebutkan beberapa sebab terkabulnya doa, di antara sebab-sebab tersebut adalah safar (perjalanan).

9. Di antara sebab terkabulnya doa aalah bertawassul dengan sifat rububiyyah Allah سبحانه وتعالى. Banyak doa para Nabi dan Rasul yang diawali dengan memanggil Allah سبحانه وتعالى dengan sifat rububiyah-Nya.

10. Di antara sebab terkabulnya doa adalah mengulang-ulang doa.

11. Di antara sebab dikabulkan doa adalah mengangkat kedua tangan.

12. Di antara sebab terkabulnya doa adalah mengkonsumsi makanan-makanan yang halal, dan memakai barang-barang yang halal.

13. Para rasul Allah سبحانه وتعالى mukallaf (mendapatkan tugas) ibadah, sebagaimana kaum mukminin juga mendapatkan tugas yang sama. lni salah satu bantahan bagi kaum sufi ekstrim yang berkeyakinan adanya tingkatan hamba yang boleh Iepas dari syariat.

14. Wajib bagi setiap muslim melihat tentang harta yang dia peroleh, sebagaimana dia harus melihat di jalan mana harta diinfakkan. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ

”Tidak akan bergeser kaki anak Adam dari sisi Rabbnya pada hari kiamat, hingga ditanya lima perkara; tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa disirnakan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan untuk apa dikeluarkan, serta tentang ilmunya apa yang telah dia amalkan.”²

Catatan Kaki:

1) H.R. Al-Bukhari (4/313) dengan syarh Fathul Bari no. 2083 Dari hadits Abu Hurairah رضي الله عنه.

2) HR. At-Tirmidzi no. 2416 dihasankan Asy Syaikh Al-Albani رحمه الله dalam Shahih Sunan At- Tirmidzi.

Sumber ||
Majalah Qudwah Edisi 08

Channel Telegram : https://t.me/Majalah_Qudwah